Dikisahkan ada
seorang penjaga sekolah atau sering dipanggil Pak Bon yang buta huruf.
Dia telah berpuluh-puluh tahun mengabdi di sebuah sekolah yang cukup
ternama. Dia selalu melakukan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya
dengan baik. Dia juga sangat dihormati dikalangan guru dan siswa karena
keramahan dan kebaikannya. Dia terkenal dengan keuletannya dalam bekerja
dan keramahannya pada siapa saja, maka tidak heran jika banyak orang yang dekat dengan dia.
Pada suatu hari, bergantilah kepala sekolah di tempat dia bekerja.
Seiring bergantinya kepala sekolah tersebut, berganti pulalah
peraturan-peraturan yang ada didalamnya. Salah satu peraturan yang
dirubah adalah, setiap pegawai di sekolahan tersebut haruslah dapat
membaca dan menulis.
Ketika peraturan tersebut dibuat, banyak
guru dan murid yang memprotesnya, karena mereka tahu bahwa Pak Bon
adalah seorang buta yang huruf dan mereka sudah terlanjur dekat pada Pak
Bon tersebut.
Tetapi peraturan tetaplah peraturan, mau tidak
mau pak Bon tersebut harus melepas jabatannya sebagai Pak Bon di sekolah
tersebut.
Banyak yang bersedih melihat peristiwa ini, mereka
tidak tega melihat Pak Bon yang sudah sekian lama bekerja, harus
dikeluarkan dari sekolah. Banyak yang kasihan dengan Pak Bon, karena
bagaimanapun beliau memiliki keluarga yang butuh sandang, pangan dan
papan. Selama ini Pak Bon tinggal di sekolah tersebut, tidak memiliki
rumah yang lain. Padahal sekarang dia sudah tidak memiliki pekerjaan dan
penghasilan. Akhirnya para guru dan murid menghimpun sejumlah uang
untuk meringankan bebannya.
Awalnya Pak Bon tersebut merasa
kecewa kepada kepala sekolah. Beliau merasa kepala sekolah yang baru
telah mengusirnya dengan semena-mena. Beliau sedih, mengingat sudah
berpuluh-puluh tahun mengabdi di sekolahan tersebut. Dia menjadi Pak Bon
sejak sekolahan tersebut berdiri, dia merasa sekolahan itu sudah
menjadi rumahnya dan guru serta murid adalah saudaranya.
Tetapi
melihat dukungan dari orang yang sudah dia anggap menjadi saudara
tersebut, bangkitlah semangatnya untuk kembali menjalani hidup. Dia
sangat bersyukur karena memiliki orang-orang yang sangat mengasihinya,
dan dia tidak ingin mengecewakan mereka. Dengan sisa uang yang
dimilikinya, ditambah uang pesangon dan uang hasil sumbangan, bapak
tersebut menyewa sebuah rumah dan membangun toko kelontong
kecil-kecilan.
Toko tersebut diberi nama “TOSERBA”, toko serba
ada, walaupun hanya sedikit sedikit karena terbatas modal. Dengan
ketelatenannya, dengan ketekunannya, beliau mulai menabung.
Sedikit demi sedikit, lama-lama tokonya menjadi toko yang besar. Setelah
3 tahun berjalan, bapak tersebut menjadi seorang wirausahawan yang
sukses. Beliau memiliki 5 toko serba ada yang besar dan cukup ternama di
kotanya. Beliau yang tidak mengenal baca dan tulis memiliki puluhan
karyawan yang kebanyakan lulusan D3 dan S1.
Sungguh luar biasa jika Tuhan ingin mengubah hidup seseorang, rencanaNya kadang diluar pemikiran kita.
Kadang kita enggan untuk meninggalkan zona nyaman kita. Kita kadang
lebih senang menambatkan perahu kita di pinggiran. Kita tidak ingin
melepas tambatan tersebut dan mendayung perahu kita lebih ke tengah,
karena kita tahu di sana ada badai yang bisa datang kapan saja.
Kita lebih senang tertambat di pinggir, karena kita merasa aman dan
nyaman di sana. Tapi satu hal yang perlu kita ketahui, kalau tidak ada
badai bagaimana Tuhan dapat menunjukkan kuasaNya atas hidup kita?
Seperti halnya kisah Pak Bon di atas, jika dia tidak dipecat, selamanya dia hanya akan menjadi seorang Pak Bon.
Semua pilihan ada di tangan kita masing-masing. Maukah kita melepas
tambatan perahu kita dan mengarungi samudra kehidupan dengan Yesus?
*Pengkhotbah 3:11,
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan
kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami
pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
Tuhan Yesus Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar