*1 Timotius 6:9,
Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan....
Renungan:
Sekelompok orang Kristiani Amerika mengunjungi seorang pendeta di Kolkata (dulu: Kalkuta,red.), India. Mereka ingin melihat bagaimana ia melayani penduduk miskin di daerah kumuh. Selang be
berapa hari,
mereka p'rihatin melihat sang pendeta setiap hari mengayuh sepeda
menyusuri kota yang panas dan berdebu. Di akhir kunjungan, mereka ingin
membelikannya mobil bekas. Namun, sang pendeta menolak rencana itu.
Mengapa? Ia berkata:
"Lebih baik uang sebanyak itu kita pakai untuk melayani orang miskin. Hidup saya sudah cukup nyaman."
Rasa cukup itu relatif. Paulus merasa berkecukupan "asal ada makanan dan pakaian" (ay. 8); sebaliknya, guru-guru palsu di Efesus selalu merasa kekurangan. Mereka sampai memanfaatkan pelayanan ibadah sebagai alat pencari keuntungan (ay. 5). Rasa cukup muncul dari cara orang memandang hidup. Orang yang gandrung mengumpulkan harta baru puas jika sudah punya segalanya. Padahal harta tak akan habis dikejar. Akibatnya, ia selalu merasa kekurangan. Sebaliknya, orang yang sadar bahwa harta itu fana, tak bisa dibawa mati, akan mencari yang lebih bernilai kekal. Baginya mencari Tuhan dan menaati perintah-Nya lebih utama dari mengumpulkan harta. Ini membuatnya merasa cukup dengan apa yang ada.
Adakah sebuah benda yang sangat ingin Anda miliki akhir-akhir ini? Benarkah Anda sangat memerlukannya atau sekedar ingin punya? Bisakah Anda hidup bahagia tanpanya? Memiliki harta benda tidaklah salah, tetapi jangan biarkan ia memiliki Anda. Jangan sampai kepuasan dan kebahagiaan hidup Anda ditentukan olehnya.
"Orang miskin bukanlah mereka yang tak punya harta, melainkan mereka yang selalu merasa kekurangan."
"Lebih baik uang sebanyak itu kita pakai untuk melayani orang miskin. Hidup saya sudah cukup nyaman."
Rasa cukup itu relatif. Paulus merasa berkecukupan "asal ada makanan dan pakaian" (ay. 8); sebaliknya, guru-guru palsu di Efesus selalu merasa kekurangan. Mereka sampai memanfaatkan pelayanan ibadah sebagai alat pencari keuntungan (ay. 5). Rasa cukup muncul dari cara orang memandang hidup. Orang yang gandrung mengumpulkan harta baru puas jika sudah punya segalanya. Padahal harta tak akan habis dikejar. Akibatnya, ia selalu merasa kekurangan. Sebaliknya, orang yang sadar bahwa harta itu fana, tak bisa dibawa mati, akan mencari yang lebih bernilai kekal. Baginya mencari Tuhan dan menaati perintah-Nya lebih utama dari mengumpulkan harta. Ini membuatnya merasa cukup dengan apa yang ada.
Adakah sebuah benda yang sangat ingin Anda miliki akhir-akhir ini? Benarkah Anda sangat memerlukannya atau sekedar ingin punya? Bisakah Anda hidup bahagia tanpanya? Memiliki harta benda tidaklah salah, tetapi jangan biarkan ia memiliki Anda. Jangan sampai kepuasan dan kebahagiaan hidup Anda ditentukan olehnya.
"Orang miskin bukanlah mereka yang tak punya harta, melainkan mereka yang selalu merasa kekurangan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar