*Wahyu 21:21,
Jalan-jalan kota itu dari emas murni bagaikan kaca bening.
Renungan:
Suatu hari seorang penambang menemukan
emas dalam yang sangat banyak. Tanpa
berpikir lama, emas-emas batangan tersebut
dimasukan dalam sebuah tas. Setiap hari
kemanapun dia pergi, tas tersebut selalu
ditentengnya hingga dia meninggal dan
sudah masuk ke surga. Saat penambang itu
tiba di tempat barunya itu, seorang malaikat
bertanya mengapa ia membawa aspal. "Ini
bukan aspal," jelasnya, "Ini emas." Sang
Malaikat menanggapi perkataan manusia itu
dengan berkata, "Di bumi, benda itu memang
disebut emas, tetapi disini, di surga, kami
memakainya untuk mengeraskan jalan-jalan."
Kisah diatas memang hanya sebuah lelucon.
Namun, cerita ini mengajak kita berpikir
tentang apa yang kita anggap berharga, dan
apa yang benar-benar berharga bagi Allah.
Dalam Wahyu 21, digambarkan bagaimana
jalan-jalan di surga adalah "emas murni
bagaikan kaca bening" (ayat 21). Di dunia,
kita bisa menilai emas sebagai logam yang
paling berharga dan menjadikannya sebagai
harta milik kita yang paling berharga. Namun
di surga, kita berjalan di atas emas. Sungguh
kontras!
Benda apa yang Anda anggap berharga di
bumi ini? Saham, rekening bank. Kekaguman
dan kemasyuran diri sendiri; itu semua tidak
dinilai tinggi di surga. Bila tiba waktunya
untuk mengucapkan selamat tinggal di bumi,
nilai apakah yang masih tertinggal pada
barang-barang tersebut?
Ingat, kekayaan sejati hanya ada di surga.
Harta benda duniawi yang Anda miliki saat ini
sifatnya hanyalah sementara.
*2 Korintus 4:18,
"Sebab kami tidak memperhatikan yang
kelihatan, melainkan yang tak kelihatan,
karena yang kelihatan adalah sementara,
sedangkan yang tak kelihatan adalah
kekal."
*2 Korintus 5:1,
"Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat
kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah
telah menyediakan suatu tempat kediaman di
sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yg
kekal, yg tidak dibuat oleh tangan manusia.".
dimasukan dalam sebuah tas. Setiap hari
kemanapun dia pergi, tas tersebut selalu
ditentengnya hingga dia meninggal dan
sudah masuk ke surga. Saat penambang itu
tiba di tempat barunya itu, seorang malaikat
bertanya mengapa ia membawa aspal. "Ini
bukan aspal," jelasnya, "Ini emas." Sang
Malaikat menanggapi perkataan manusia itu
dengan berkata, "Di bumi, benda itu memang
disebut emas, tetapi disini, di surga, kami
memakainya untuk mengeraskan jalan-jalan."
Kisah diatas memang hanya sebuah lelucon.
Namun, cerita ini mengajak kita berpikir
tentang apa yang kita anggap berharga, dan
apa yang benar-benar berharga bagi Allah.
Dalam Wahyu 21, digambarkan bagaimana
jalan-jalan di surga adalah "emas murni
bagaikan kaca bening" (ayat 21). Di dunia,
kita bisa menilai emas sebagai logam yang
paling berharga dan menjadikannya sebagai
harta milik kita yang paling berharga. Namun
di surga, kita berjalan di atas emas. Sungguh
kontras!
Benda apa yang Anda anggap berharga di
bumi ini? Saham, rekening bank. Kekaguman
dan kemasyuran diri sendiri; itu semua tidak
dinilai tinggi di surga. Bila tiba waktunya
untuk mengucapkan selamat tinggal di bumi,
nilai apakah yang masih tertinggal pada
barang-barang tersebut?
Ingat, kekayaan sejati hanya ada di surga.
Harta benda duniawi yang Anda miliki saat ini
sifatnya hanyalah sementara.
*2 Korintus 4:18,
"Sebab kami tidak memperhatikan yang
kelihatan, melainkan yang tak kelihatan,
karena yang kelihatan adalah sementara,
sedangkan yang tak kelihatan adalah
kekal."
*2 Korintus 5:1,
"Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat
kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah
telah menyediakan suatu tempat kediaman di
sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yg
kekal, yg tidak dibuat oleh tangan manusia.".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar