Matius 5:9
Suatu hari, ada dua anak laki-laki Indian bertengkar. Tidak ada yang
mau mengalah. Lalu mereka berniat menyelesaikannya dengan mengadukan
kepada ibu mereka.
Ibu mereka pun memberi tiga tongat. "Ini
adalah tongkat argumen yang istimewa. Tongkat ini akan memecahkan
masalah kalian tegakkan satu tongkat di tengah dan sandarkan ujung atas
kedua tongkat yang lain ke ujung atas
tongkat yang di tengah, hingga ketiganya bisa berdiri. Lalu tunggulah
sampai satu bulan. Jika ketiga tongkat jatuh ke Selatan, maka anak yang
menyandarkan tonkat ke arah Utaralah yang benar."
Kedua anak
itu lalu membawa ketiga tongkat itu ke hutan dan melakukan seperti apa
yang ibu mereka perintahkan. Mereka merasa puas karena akan dapat
mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah.
Setelah satu
bulan, keduanya teringat akan tongkat argumen mereka. Lalu mereka pergi
ke hutan untuk menentukan siapa di antara mereka yang benar. Sesampainya
di sana, mereka melihat ketiga tongkat itu telah jatuh saling bertumpuk
dan mulai membusuk. Maka pemenangnya pun tidak ada.
Cerita di
atas mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada gunanya jika kita
mempertahankan ego yang menyebabkan pertengkaran tidak kunjung selesai.
Pertengkaran adalah sesuatu yang memang bisa terjadi di mana saja,
entah di dalam lingkup keluarga, di tempat kerja, maupun di sekitar
lingkungan kita tinggal.
Ada baiknya kita memerhatikan sikap
Abraham ketika terjadi pertengkaran. Memang disebutkan bahwa
pertengkaran tersebut terjadi karena gembala Abraham dengan gembala Lot,
tetapi ini menyangkut harta kepunyaan mereka. Oleh sebab itu, merekalah
yang harus menyelesaikannya. Dan, Abraham mengambil sikap yang sangat
baik, yaitu mencari jalan damai.
Abraham tidak hanya mencintai
perdamaian, tetapi dia mengusahakan perdamaian. Inisiatif perdamaian
datangnya dari Abraham, padahal kita tahu bahwa Abraham adalah pamannya
Lot. Inilah sikap luhur yang harus diteladani.
Banyak orang
yang berkoar-koar mencintai perdamaian, tetapi tidak semua dari mereka
yang mau membawa damai itu. Tidak semua dari mereka sungguh-sungguh
mengusahakan perdamaian itu. Apa yang dikatakan Yesus di dalam Mat 5:9
tentang membawa damai itu bukanlah sikap pasif, tetapi aktif.
Orang percaya tidak boleh hanya menunggu terjadinya perdamaian, tetapi
harus proaktif mengusahakannya. Yesus menegaskan bahwa jika kita
sungguh-sungguh mau mengusahakan perdamaian, maka kita layak disebut
sebagai anak-anak Allah.
Sebagai anak-anak Tuhan berarti kita
ada dalam pengawasan, perlindungan dan kasihNya. Kita berhak mewarisi
harta kepunyaanNya, yaitu harta sorgawi. Maka tidak heran kalau orang
yang membawa damai adalah orang-orang yang berbahagia.
Mari kita buka hati untuk panggilan ini karena banyak tempat merindukan terciptanya perdamaian.
"Menjadi pembawa damai adalah satu sikap yang harus melekat dalam diri setiap orang Kristen."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar