Jumat, 21 Desember 2012

Pecinta Atau Pembawa Damai

Matius 5:9

Suatu hari, ada dua anak laki-laki Indian bertengkar. Tidak ada yang mau mengalah. Lalu mereka berniat menyelesaikannya dengan mengadukan kepada ibu mereka.

Ibu mereka pun memberi tiga tongat. "Ini adalah tongkat argumen yang istimewa. Tongkat ini akan memecahkan masalah kalian tegakkan satu tongkat di tengah dan sandarkan ujung atas kedua tongkat yang lain ke ujung atas tongkat yang di tengah, hingga ketiganya bisa berdiri. Lalu tunggulah sampai satu bulan. Jika ketiga tongkat jatuh ke Selatan, maka anak yang menyandarkan tonkat ke arah Utaralah yang benar."

Kedua anak itu lalu membawa ketiga tongkat itu ke hutan dan melakukan seperti apa yang ibu mereka perintahkan. Mereka merasa puas karena akan dapat mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah.

Setelah satu bulan, keduanya teringat akan tongkat argumen mereka. Lalu mereka pergi ke hutan untuk menentukan siapa di antara mereka yang benar. Sesampainya di sana, mereka melihat ketiga tongkat itu telah jatuh saling bertumpuk dan mulai membusuk. Maka pemenangnya pun tidak ada.

Cerita di atas mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada gunanya jika kita mempertahankan ego yang menyebabkan pertengkaran tidak kunjung selesai.

Pertengkaran adalah sesuatu yang memang bisa terjadi di mana saja, entah di dalam lingkup keluarga, di tempat kerja, maupun di sekitar lingkungan kita tinggal.

Ada baiknya kita memerhatikan sikap Abraham ketika terjadi pertengkaran. Memang disebutkan bahwa pertengkaran tersebut terjadi karena gembala Abraham dengan gembala Lot, tetapi ini menyangkut harta kepunyaan mereka. Oleh sebab itu, merekalah yang harus menyelesaikannya. Dan, Abraham mengambil sikap yang sangat baik, yaitu mencari jalan damai.

Abraham tidak hanya mencintai perdamaian, tetapi dia mengusahakan perdamaian. Inisiatif perdamaian datangnya dari Abraham, padahal kita tahu bahwa Abraham adalah pamannya Lot. Inilah sikap luhur yang harus diteladani.

Banyak orang yang berkoar-koar mencintai perdamaian, tetapi tidak semua dari mereka yang mau membawa damai itu. Tidak semua dari mereka sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian itu. Apa yang dikatakan Yesus di dalam Mat 5:9 tentang membawa damai itu bukanlah sikap pasif, tetapi aktif.

Orang percaya tidak boleh hanya menunggu terjadinya perdamaian, tetapi harus proaktif mengusahakannya. Yesus menegaskan bahwa jika kita sungguh-sungguh mau mengusahakan perdamaian, maka kita layak disebut sebagai anak-anak Allah.

Sebagai anak-anak Tuhan berarti kita ada dalam pengawasan, perlindungan dan kasihNya. Kita berhak mewarisi harta kepunyaanNya, yaitu harta sorgawi. Maka tidak heran kalau orang yang membawa damai adalah orang-orang yang berbahagia.

Mari kita buka hati untuk panggilan ini karena banyak tempat merindukan terciptanya perdamaian.

"Menjadi pembawa damai adalah satu sikap yang harus melekat dalam diri setiap orang Kristen."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar