*Amsal 14:30,
Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.
Renungan:
Iri hati berasal dari perasaan tidak puas terhadap diri sendiri karena melihat keberadaan orang lain. Rasa iri bisa melanda siapa saja dan di mana saja: di gereja ada yang iri hati karena orang lain lebih menonjol pelayanannya; di tempat kerja ada yang iri hati pada r
ekan
yang lebih berhasil dan menduduki jabatan yang lebih tinggi; di dalam
keluarga ada yang iri hati karena kakak/adik lebih diperhatikan orangtua
dan sebagainya.
Perlu kita sadari bahwa perasaan iri hati tidak membawa kebaikan bagi kita. Iri hati tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga sangat merugikan diri sendiri, seperti disampaikan Salomo dalam amsalnya bahwa “…iri hati membusukkan tulang.” (Amsal 14:30), bahkan ada penegasannya pula: “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” (Yakobus 3:16). Jadi ‘iri hati’ adalah salah satu senjata yang dipakai iblis untuk memecah-belah anak-anak Tuhan dan menjadi penghalang dalam mengasihi orang lain. Bila tidak segera diselesaikan dengan tuntas, iri hati dapat menjadi kepahitan yang membusukkan tulang.
Orang yang iri hati berdukacita atas kesuksesan orang lain dan sebalikanya ia bersukacita atas kegagalan orang lain. Ia tidak suka bila ada orang lain lebih baik atau lebih sukses dari dirinya. Orang yang iri hati juga cenderung suka membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, akibatnya ia sendiri menjadi sangat tertekan dan kehilangan damai sejahtera; jadi harus segera dibereskan, karena di mana pun berada ia akan selalu bertemu dengan orang-orang yang mungkin lebih baik atau lebih sukses dibanding dirinya. Maka kita harus segera memeriksa diri kita sendiri, apa yang membuat kita menjadi iri hati terhadap orang lain.
Daripada membuang energi untuk iri, belajarlah melihat potensi terbaik yang ada di dalam diri kita, dan kembangkan terus. Bila kita fokus pada apa yang kita miliki kita akan bersyukur apa pun keadaan kita; namun bila kita tertuju pada apa yang tidak kita miliki dan melihat keberdaan orang lain terus, kita akan selalu berpikiran negatif dan tidak bisa bersyukur.
Renungkan: "iri hati hanya akan merusak diri kita sendiri!"
Perlu kita sadari bahwa perasaan iri hati tidak membawa kebaikan bagi kita. Iri hati tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga sangat merugikan diri sendiri, seperti disampaikan Salomo dalam amsalnya bahwa “…iri hati membusukkan tulang.” (Amsal 14:30), bahkan ada penegasannya pula: “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” (Yakobus 3:16). Jadi ‘iri hati’ adalah salah satu senjata yang dipakai iblis untuk memecah-belah anak-anak Tuhan dan menjadi penghalang dalam mengasihi orang lain. Bila tidak segera diselesaikan dengan tuntas, iri hati dapat menjadi kepahitan yang membusukkan tulang.
Orang yang iri hati berdukacita atas kesuksesan orang lain dan sebalikanya ia bersukacita atas kegagalan orang lain. Ia tidak suka bila ada orang lain lebih baik atau lebih sukses dari dirinya. Orang yang iri hati juga cenderung suka membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, akibatnya ia sendiri menjadi sangat tertekan dan kehilangan damai sejahtera; jadi harus segera dibereskan, karena di mana pun berada ia akan selalu bertemu dengan orang-orang yang mungkin lebih baik atau lebih sukses dibanding dirinya. Maka kita harus segera memeriksa diri kita sendiri, apa yang membuat kita menjadi iri hati terhadap orang lain.
Daripada membuang energi untuk iri, belajarlah melihat potensi terbaik yang ada di dalam diri kita, dan kembangkan terus. Bila kita fokus pada apa yang kita miliki kita akan bersyukur apa pun keadaan kita; namun bila kita tertuju pada apa yang tidak kita miliki dan melihat keberdaan orang lain terus, kita akan selalu berpikiran negatif dan tidak bisa bersyukur.
Renungkan: "iri hati hanya akan merusak diri kita sendiri!"
Setuju dengan "membuang energi" ketika kita terus menerus memikirkan apa yang menjadi berkat orang lain dan lupa bagaimana cara atau darimana berkat itu didapatkan.
BalasHapusSetuju dengan "membuang energi" ketika kita terus menerus memikirkan apa yang menjadi berkat orang lain dan lupa bagaimana cara atau darimana berkat itu didapatkan.
BalasHapus