Bacaan: Mazmur 42
NATS: Tuhan memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku (Mazmur 42:9)
Dalam bukunya yang memukau dan menegangkan berjudul Night (Malam), Elie Weisel menggambarkan pengalaman masa kecilnya sebagai salah satu dari sekian banyaknya korban Holocaust [peristiwa pembantaian orang Yahudi secara besar-besaran]. Karena direnggut dari rumahnya dan dipisahkan dari seluruh keluarganya, kecuali ayahnya (yang kemudian meninggal di kamp maut), Weisel menderita kekelaman malam jiwa, seperti yang dialami oleh beberapa orang. Hal ini membuatnya meragukan pandangan dan imannya tentang Allah. Kemurnian hati dan imannya menjadi korban di atas mezbah kejahatan manusia serta kegelapan dosa.
Daud mengalami sendiri kekelaman malam jiwa, yang oleh banyak cendekiawan dipercayai telah menginspirasi tulisannya di Mazmur 42. Karena terus diuber dan diburu, mungkin ketika dikejar oleh putranya, Absalom, yang memberontak (2Samuel 16-18), Daud mengalami kepedihan dan ketakutan yang dapat dirasakan orang dalam pengasingan malam. Malam adalah tempat kegelapan mencekam dan memaksa kita memikirkan kepedihan hati kita dan mempertanyakan Allah. Pemazmur sadar mengeluh tentang Allah yang seolah-olah tidak hadir, namun justru dalam semua pengalaman itu ia memperoleh nyanyian malam (ayat 9) yang memberikan damai dan kepercayaan kepadanya untuk menghadapi berbagai kesulitan yang dihadapi.
Ketika kita memiliki pergumulan yang kelam, kita harus yakin bahwa Allah bekerja dalam kegelapan. Kita dapat berkata bersama pemazmur, "Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (ayat 12) --WEC
JIKA LANGIT CUKUP GELAP
KITA DAPAT MELIHAT BINTANG --EMERSON
Tidak ada komentar:
Posting Komentar